Sejumlah relawan pengajar dan anggota komunitas rumah kita sedang melakukan kegiatan di halaman Sekretariat Rumah Kita, Selasa (21/10) |
BANDUNG -- Sore itu, hujan mengguyur Cibiru, anak-anak di teras Rumah Kita pun ikut merasakan derasnya tumpahan air di angkasa itu. Tubuh-tubuh ceking duduk manis dengan senyum yang tersungging di bibir mereka. Sesekali mata mereka berkedip dan berkaca-kaca. “Haha..haha..” tawa renyah mereka menggelitik siapapun yang mendengarnya. Sekitar pukul 16.00 WIB, tawa mereka terhenti. Mereka mengeluarkan alat tulis di dalam tas masing-masing dan bersiap untuk belajar, Rabu (19/11).
Anak-anak tersebut adalah anggota dari Komunitas Rumah Kita. Rumah Kita yang didirikan oleh Pradi, Mahasiswa jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini didirikan pada tanggal 20 Maret 2013, yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada anak-anak untuk menikmati masa kecilnya dengan mengajarkan membaca, mengaji, menari, memainkan alat musik tradisional, atau hanya bermain bersama.
Kegiatan Rumah Kita tidak hanya dilaksanakan di sekretariat Rumah Kita, tapi juga sering diundang oleh UKM di kampus untuk sekedar silaturahmi, mengunjungi museum-museum, dan sempat melaksanakan buka puasa bersama di Kampus Itenas saat bulan Ramadhan.
“Alasan mengapa dinamai rumah kita, karena rumah itu bangunan, dan karena semuanya berpengaruh maka disebut rumah kita. Bisa saja rumah kami, tapi kata ‘kita’ terdengar lebih akrab,” tutur Ratno Nitidisastro, Sekretaris Umum Rumah Kita saat ditemui wartawan di sekretariat Rumah Kita, Rabu (19/11)
Rumah kita awalnya tidak mempunyai tempat yang tetap untuk melakukan kegiatan. Mereka sering berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, hingga akhirnya mempunyai sekretariat sendiri, yang diberikan oleh masyarakat Kampung Manisi, Kelurahan Cipadung Kecamatan Cibiru.
Rumah Kita tidak hanya menjalin kedekatan dengan anak-anaknya saja, tapi juga dengan masyarakat. Respon yang baik dari masyarakat ditunjukkan dengan memberikan sekretariat tetap, menyuruh anak-anaknya untuk bermain di Rumah Kita saja daripada di tempat lain, juga dengan bantuan-bantuan lainnya.
“Rumah Kita tidak membedakan anak-anaknya, entah itu anak yang bersekolah atau tidak, yang mempunyai banyak materi atau tidak, bahkan yang bekerja atau tidak,” ujar Ratno, pria yang akrab disapa En ini.
Hingga saat ini tercatat ada lebih dari 50 anak yang belajar di Rumah Kita. Namun tidak semua hadir setiap hari, dikarenakan kendala cuaca dan Jadwal Sekolah yang berbeda. Para relawan pun mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka, dan minat yang digemari oleh anak-anak.
Saat ini Komunitas Rumah Kita sedang menggarap sebuah kegiatan pementasan seni, yang diberi nama “Mentari”, acara ini diharapkan menjadi tolak ukur dari keberhasilan rumah kita. Para relawan pengajar pun berharap Rumah Kita kelak ada di setiap Desa hingga bisa mencerdaskan anak-anak di daerah lain.