Recent Posts

Sunday, 15 May 2016

Unknown

Gugat Pencemar Lingkungan, KML Gelar Aksi Teatrikal

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah (KML) menumpahkan endapan lumpur beracun ke dalam bak kedap di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (28/04/2015) 

BANDUNG – Sejumlah organisasi penggiat lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah (KML) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro Bandung, Kamis (28/04/2016). Aksi tersebut dilakukan menyusul laporan Greenpeace yang mengungkap nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran bahan berbahaya industri tekstil di kawasan Rancaekek Kabupaten Bandung.

Dalam aksinya, sejumlah aktivis yang mengenakan alat perlindungan diri terhadap B3 (Bahan Kimia Berbahaya Beracun)  menumpahkan endapan lumpur tercemar yang berasal dari Sungai Cikijing ke dalam sebuah bak kedap air bertuliskan Kerugian 11 T.

Koordinator Pawapeling, Adi M Yadi menyebutkan, aksi ini merupakan rangkaian dari kegiatan legal standing yang telah berlangsung selama tiga bulan terakhir di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Jawa Barat. KML menggugat tiga perusahaan tekstil di kawasan Rancaekek yang membuang limbah cair ke aliran sungai Cikijing.

“Kejadian ini sudah berlangsung sejak tahun 1992, warga sudah protes kepada pemerintah tetapi tidak ada respon sehingga kita sebagai aktivis dan organisasi yang concern di bidang lingkungan membawa kasus ini ke meja hijau,” tutur Adi.

Adi pun menambahkan keputusan pemberian Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) oleh pemerintah  harus dicabut untuk mencegah kerusakan ekosistem Sungai Cikijing menjadi lebih parah lagi. “Kerugian yang diderita oleh masyarakat dan lingkungan sudah begitu besar, kita tidak boleh bermain-main lagi,” katanya.

KML juga mendesak pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan memastikan industri pencemar bertanggungjawab penuh melakukan ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup. Pemerintah didesak ikut bertanggungjawab atas pencemaran limbah industri di Rancaekek yang menyebabkan kerugian hingga 11 triliun.