Sejumlah Mahasiswa berdiskusi dibawah pohon rindang (DPR) UIN Bandung |
Pada siang bolong itu cuaca terik, matahari ganas menyengat siapapun yang sedang beraktifitas di luar ruangan. Sapuan debu dan asap dari hilir mudik kendaraan yang mencari tempat parkir menambah suasana gersang di Kampus UIN Bandung.
Tapi, pemandangan berbeda terlihat di salah satu pojok kampus. Beberapa kelompok mahasiswa berkumpul dibawah rindangnya pohon besar yang menghiasi area ini. Hembusan semilir angin dan sejuknya udara dari pohon membuat tempat ini sebagai tempat berteduh dikala cuaca panas ditengah gersangnya kampus.
DPR, ya, begitulah tempat ini ramai dikenal. Eits, tunggu dulu. Tapi ini bukan singkatan dari ‘Dewan Perwakilan Rakyat’ seperti di Ibukota sana, melainkan ‘Dibawah pohon Rindang’. Tempat ini dipanggil demikian karena ada tiga buah pohon beringin besar yang tumbuh. Setiap hari, tempat ini laris dijadikan sebagai tempat nongkrong Mahasiswa.
Ditengah hiruk pikuk aktifitas DPR siang itu, Bebeh dan seorang temannya memilih duduk terpisah dari keramaian. Dengan mengenakan kaus oblong dan celana jeans yang robek di bagian lutut, lelaki berambut panjang ini asyik menyeruput kopi di salah satu sudut area DPR.
Bebeh merupakan salah satu penghuni langganan di DPR. “Hampir setiap hari kesini. Enak, bisa hahahihi”, tuturnya. Temannya tersenyum meng-amin¬-kan perkataan Bebeh. “Bukan saya aja, tiap hari ratusan mahasiswa menjadikan DPR sebagai tempat berkumpul,” tambahnya.
Setiap hari ada saja mahasiswa yang berkumpul di DPR untuk berdiskusi, berorasi, membuka stand, rapat, atapun sekedar ngobrol melepas penat. Bahkan tak jarang banyak yang bertemu kangen dengan kawan lama hingga bertemu pandang dengan kekasih hati terjadi disini. DPR selalu mempunyai cerita dan kenangan tersendiri sebagai tempat romantis di tengah gersangnya kampus.
Tapi, DPR sebagai satu-satunya ruang terbuka publik yang nyaman mulai terancam. Lahan tempat berkumpul mahasiswa ini perlahan beralih fungsi sebagai lahan parkir. “Sekarang gak serame dulu, gak ada diskusi lagi disini. Karena birokrasi gak bener, DPR malah jadi tempat parkir,” keluh Bebeh. Pandangannya lurus menatap jejeran motor yang parkir dengan manis di bawah pohon.
Memang semenjak pemberlakuan sistem parkir di kampus, banyak lahan tempat berkumpul mahasiswa yang beralih fungsi menjadi tempat parkir. Termasuk DPR yang tak luput dicaplok untuk dijadikan lahan parkir. Gerombolan mahasiswa yang biasanya berdiskusi mulai digantikan oleh deretan kendaraan. Ah, miris memang.
“Padahal DPR merupakan alternatif tempat nyaman di kampus. Sekarang bagaimana bisa nyaman jika tempatnya gersang. Sebelum menerapkan ilmu, harus nyaman dulu,” tambah pria semester 8 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris ini.
DPR sayang, DPR malang. Kini kondisinya tak seindah dahulu kala. Pada tahun 2013 lalu pihak kampus bahkan sudah menebang salah satu pohon tua di DPR. Entah, di tahun-tahun mendatang akankah masih banyak pohon rindang yang menghiasi dan mahasiswa yang menggunakan DPR sebagai lahan nyaman untuk beraktifitas.
“Kembalikan mahasiswa kesini. Seperti dulu,” kata Bebeh, seperti bermimpi. []
Tapi, pemandangan berbeda terlihat di salah satu pojok kampus. Beberapa kelompok mahasiswa berkumpul dibawah rindangnya pohon besar yang menghiasi area ini. Hembusan semilir angin dan sejuknya udara dari pohon membuat tempat ini sebagai tempat berteduh dikala cuaca panas ditengah gersangnya kampus.
DPR, ya, begitulah tempat ini ramai dikenal. Eits, tunggu dulu. Tapi ini bukan singkatan dari ‘Dewan Perwakilan Rakyat’ seperti di Ibukota sana, melainkan ‘Dibawah pohon Rindang’. Tempat ini dipanggil demikian karena ada tiga buah pohon beringin besar yang tumbuh. Setiap hari, tempat ini laris dijadikan sebagai tempat nongkrong Mahasiswa.
Ditengah hiruk pikuk aktifitas DPR siang itu, Bebeh dan seorang temannya memilih duduk terpisah dari keramaian. Dengan mengenakan kaus oblong dan celana jeans yang robek di bagian lutut, lelaki berambut panjang ini asyik menyeruput kopi di salah satu sudut area DPR.
Bebeh merupakan salah satu penghuni langganan di DPR. “Hampir setiap hari kesini. Enak, bisa hahahihi”, tuturnya. Temannya tersenyum meng-amin¬-kan perkataan Bebeh. “Bukan saya aja, tiap hari ratusan mahasiswa menjadikan DPR sebagai tempat berkumpul,” tambahnya.
DPR ruang terbuka publik nyaman di Kampus
Tidak adanya ruang terbuka publik lain yang nyaman dan teduh di kampus menjadi alasan mengapa DPR menjadi tempat favorit untuk berkumpul.Setiap hari ada saja mahasiswa yang berkumpul di DPR untuk berdiskusi, berorasi, membuka stand, rapat, atapun sekedar ngobrol melepas penat. Bahkan tak jarang banyak yang bertemu kangen dengan kawan lama hingga bertemu pandang dengan kekasih hati terjadi disini. DPR selalu mempunyai cerita dan kenangan tersendiri sebagai tempat romantis di tengah gersangnya kampus.
Tapi, DPR sebagai satu-satunya ruang terbuka publik yang nyaman mulai terancam. Lahan tempat berkumpul mahasiswa ini perlahan beralih fungsi sebagai lahan parkir. “Sekarang gak serame dulu, gak ada diskusi lagi disini. Karena birokrasi gak bener, DPR malah jadi tempat parkir,” keluh Bebeh. Pandangannya lurus menatap jejeran motor yang parkir dengan manis di bawah pohon.
Memang semenjak pemberlakuan sistem parkir di kampus, banyak lahan tempat berkumpul mahasiswa yang beralih fungsi menjadi tempat parkir. Termasuk DPR yang tak luput dicaplok untuk dijadikan lahan parkir. Gerombolan mahasiswa yang biasanya berdiskusi mulai digantikan oleh deretan kendaraan. Ah, miris memang.
“Padahal DPR merupakan alternatif tempat nyaman di kampus. Sekarang bagaimana bisa nyaman jika tempatnya gersang. Sebelum menerapkan ilmu, harus nyaman dulu,” tambah pria semester 8 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris ini.
DPR sayang, DPR malang. Kini kondisinya tak seindah dahulu kala. Pada tahun 2013 lalu pihak kampus bahkan sudah menebang salah satu pohon tua di DPR. Entah, di tahun-tahun mendatang akankah masih banyak pohon rindang yang menghiasi dan mahasiswa yang menggunakan DPR sebagai lahan nyaman untuk beraktifitas.
“Kembalikan mahasiswa kesini. Seperti dulu,” kata Bebeh, seperti bermimpi. []